Photo by Angela Taman UGM |
Id, Ego, dan Super Ego… siapa sih
mereka?
Saya
mencoba menggali nama ‘’ Sigmund Freud” yang telah saya tidurkan lama dalam otak
saya entah dibagian mana, lengkap dengan teori tentang ‘’Id, Ego, dan Super Ego”-nya.
Pada suatu waktu saya memutuskan cinta saya pada sastra dan lebih memilih
sosiolinguistik sebagai pasangan hidup saya. Sebab bagaimanapun seorang harus
punya kepastian. Tetapi sesekali sastra, bolehlah….bukan berselingkuh tetapi
keseimbangan dibutuhkan manusia untuk tetap bertahan. Selain itu kataNYA ‘’Jika
ingin waras tetaplah membaca karya sastra,”
Jadi
hari ini saya akan membagikan sedikit ilmu tentang “Psikoanalisis” sebagai
metode yang dapat membaca karya sastra. Ini cuma narasi saja, berdasarkan daya
tangkap lisan dan memori terbatas saya, jadi kalua suka terus dibaca…. Kalau
tidak suka ‘harus tetap dibaca’ biar ilmu bertambah. Alasan harus tetap dibaca
adalah ‘ untuk mendapatkan ilmu ini,
saya harus menempuh perjalanan selama 12 jam (Ruteng-Yogya) dengan latihan 8 jam (bersama HISKI), edisi jalan-jalannya disamarkan… tetapi teman-teman
boleh menyerapnya dalam sekian menit saja…
Dalam
diri manusia terdapat tiga agen, yaitu id, ego, super ego. Id prinsipnya adalah kenikmatan,
ego prinsipnya realitas, dan super
ego prinsipnya moralitas. Id,
misalnya keinginan manusia akan makanan, kepuasan seks, atau kekayaan. Ego,
misalnya cara yang dilakukan untuk mendapatkan keinginan id (bisa dibilang ego
adalah hamba id). Super ego, misalnya norma, agama, atau moral yang mengontrol
id agar tidak brutal atau bertindak seperti hewan, sehingga ia menyetel ego
agar bertindak dengan memperhatikan
moral, norma, dll.
Dalam
kenyataannya, id adalah bagian terbesar dalam diri manusia. Ia yang menciptakan
dan memberi energi pada ego dan super ego. Id dapat membunuh ego ataupun super
ego jika itu tak menguntungkannya. Misalnya, jika manusia berada dalam krisis
terdalam, ia tidak punya makanan dan lapar. Di hadapannya ada pisang dan tidak
ada tuannya. Ia berniat memenuhi hasratnya dengan mencuri pisang. Namun hati
nuraninya melarang karena itu dosa. Manusia itu tetap mencurinya karena
beranggapan bahwa lebih baik ia hidup daripada mati kelaparan. Maka ia membunuh
super ego dan egonya dikuasai id.
Tindakannya adalah ego yang ditunggangi id.
Id pun dapat
menunggangi super ego, misalnya cerita Si Pitung tahun 90-an yang mengisahkan seorang
yang menjadi pembela rakyat miskin dengan
cara menjarah dan membunuh penjajah Belanda yang kaya raya. Jadi atas nama
kebaikan, id memerintahkan ego untuk memenuhkan hasratnya membalas dendam pada
orang Belanda. Ia tidak merasa bersalah tetapi justru merasa menjadi pahlawan.
Jadi saat itu ego yang bekerja atas dasar super ego sesungguhnya ditunggangi
oleh id.
Jadi dalam
kepala manusia ada peperangan, perundingan, diskusi antara id, ego, dan super
ego. Jika id lebih dominan maka egonya akan menampakan prilaku abnormal,
seperti psikopat. Jika ego mampu menjembatani id dan super ego dengan baik maka
ada keseimbangan. Sejatinya jika manusia
dapat menerima bahwa dalam dirinya ada id dan dapat dikontrol dengan baik oleh
super ego sehingga memunculkan ego yang baik maka manusia itu telah ‘matang’
atau filsafatnya manusia itu ‘bijaksana’ menjalankan hidupnya.
Kita dapat
melihat cara kerja ketiga agensi ini dalam karya sastra. Bagimana caranya? Akan
saya tuliskan dalam perjalanan pulang 12 jam ya…Yogya-Ruteng…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar