Padar menuju Labuan Photo by Priska Iku hehe mungkin Angela Danu ?? |
Ema Piter terdengar uring-uringan sejak kemarin. Ia terus bertanya mengapa Babi-babi dikadang tidak makan. Baru minggu lalu ayam-ayam mati secara beruntun, diikuti kambing-kambing, sekarang babi-babi kehilangan nafsu makannya. Ema Piter tidak habis pikir, mengapa musibah ini terjadi begitu saja dalam waktu yang singkat. Ia baru saja pulang dari acara Penti di kampung sebelah dan harus menghadapi laporan ini dari istrinya.
Ia sampai
bertanya-tanya dalam hatinya, apakah sekarang memang musim wabah? Tapi mengapa
ternak para tetangga baik-baik saja. Berarti ini bukan wabah. Ia lalu berpikir,
apakah ini hasil dari mbeko, apakah
orang-orang demikian membenci dirinya? Dua hari lamanya ia meyakini bahwa ini
memang hasil kejahatan irasional. Namun akal sehatnya membunuh itu.
Ende Tina juga menjadi korban kegusaran Ema Piter. Ema Piter terus uring-uringan hingga telinga Ende Tina terasa sakit.
Ende Tina menghiburnya dengan berkata bahwa mereka harus menerima keadaan ini. Ini mungkin
musibah dan kita harus merelakannya. Tetapi penjelasan Ende Tina sama sekali tidak mampu meredakan kegusaran dihatinya. Ende Tina bahkan menjelaskan bahwa hidup
mereka baik-baik saja tanpa semua ternak itu. Sudah cukup mereka mengurus sawah
seluas dua hektar, kebun kopi satu punggung bukit, dan banyak lagi tanaman
lainnya. Namun hiburan itu justru menyulut pertengkaran mereka berdua.
Ende Tina dan Ema Piter telah menikah selama 53 tahun. Usia mereka diperkirakan
sebanyak 70-an tahun. Jaman dahulu, orang tua mereka di Manggarai belum
memahami sistem perkelenderan. Jadi mereka menghitungnya berdasarkan kisah
sejarah. “Kata om saya, saya sudah lahir
saat Jepang datang” begitu biasanya Ende Tina berkata jika petugas sensus bertanya
tentang ketepatan usia.
Sekarang semua
anak-anak mereka telah menikah dan memiliki keluarganya sendiri. Anak-anak
mereka terbilang sukses. Mereka mampu menyekolahkannya sampai jenjang perguruan
tinggi. Kesuksesan itu mereka bayar dengan kerja keras. Sejak menikah dengan Ema Piter, Ende Tina selalu bergelut
dengan ternak dan kebun.
Bagi Ende Tina mengurus ternak itu seperti
seperti mengurus manusia. Misalnya saja saat memelihara babi, Ende Tina harus menanam pisang, keladi,
dan ubi jalar. Tumbuhan itu dijadikan makanan pokok. Tumbuhan itu harus
dicincang dengan halus lalu di masak dan dicampur dengan dedak padi. Lalu diberikan secara teratur tiga kali sehari selama
10 bulan. Babi-babi itu diberkembangbiakan. Jika babi-babi itu berkembang biak,
maka bertambah pula mulut yang harus diberi makan. Maka Ende Tina harus menambah pasokan dan meningkatkan energinya. Itu
barulah babi, belum lagi harus mengurus ayam, kambing dan empat ekor sapi.
Pada akhinya
babi-babi itu memang mati. Masih satu ekor babi yang tersisa. takut mengalami
kerugian Ema Piter memutuskan untuk menyembelihnya.
Saat disembelih, Ema Piter dan beberapa orang sangat
terkejut. Keterkejutan itu disebabkan tulang ikan cara yang berada di dalam
tenggorokan babi. Tanpa berpikir dua kali, Ema
Piter lalu mencari Ende Tina. “Tina,
Tinaaaaaa… Tina!!,” teriak Ema Piter.
“Iya ada apa?” Ende Tina belari-lari
dari dapur sambil memegang beberapa rempah yang disiapkan untuk memasak daging
babi. “Ada apa?,” tanyanya. “Katakan sesuatu, mengapa ada tulang ikan cara
dalam leher babi ini?” ucapnya sambil memegang tulang ikan dari leher babi itu.
“Mengapa kau begitu TELEDOR?!!!” teriaknya dengan suara membahana. “JAWAB!!!,”
bentaknya dengan mata menyala. Lama dan
hening sesaat, beberapa orang wanita keluar dari dapur, beberapa laki-laki yang
membantu Ema Piter juga ikut datang
dan berdiri dekat pintu masuk. “Saya
tidak teledor.” Senyap…. “Saya sengaja
melakukannya!,” kata Ende Tina lembut
tapi menantang. “APA?” sambar Ema Piter.
“Babi-babi itu telah memasung kakiku, dan mengikat diruku!! ” sunyi “Kau bisa
kemana saja, aku tetap di rumah bersama babi-babi ini. Anak-anak telah dewasa
dan memiliki kebebasannya masing-masing, lalu aku masih bersama babi-babi itu. Biar
saja mereka mampus. Telah tiba waktuku untuk bebas dari jeruji ini…” sunyi… “Bluggggg”
Ema Piter pingsan.
ema 'bapak' penti 'pesta adat berkaitan dengan panen'
ende 'mama' mbeko 'dukun'
ikan cara 'ikan khas Manggarai'
Keren ka olik ijin share em
BalasHapus