Jumat, 06 Juli 2018

Perempuan Bebas dalam Jeruji



 Padar menuju Labuan        Photo by Priska Iku hehe mungkin Angela  Danu ??


Ema Piter terdengar uring-uringan sejak kemarin. Ia terus bertanya mengapa Babi-babi dikadang tidak makan. Baru minggu lalu ayam-ayam mati secara beruntun, diikuti kambing-kambing, sekarang babi-babi kehilangan nafsu makannya. Ema Piter tidak habis pikir, mengapa musibah ini terjadi begitu saja dalam waktu yang singkat. Ia baru saja pulang dari acara Penti di kampung sebelah dan harus menghadapi laporan ini dari istrinya.  
Ia sampai bertanya-tanya dalam hatinya, apakah sekarang memang musim wabah? Tapi mengapa ternak para tetangga baik-baik saja. Berarti ini bukan wabah. Ia lalu berpikir, apakah ini hasil dari mbeko, apakah orang-orang demikian membenci dirinya? Dua hari lamanya ia meyakini bahwa ini memang hasil kejahatan irasional. Namun akal sehatnya membunuh itu.
Ende Tina juga menjadi korban kegusaran Ema Piter. Ema Piter terus uring-uringan hingga telinga Ende Tina terasa sakit. Ende Tina menghiburnya dengan berkata bahwa mereka harus menerima keadaan ini. Ini mungkin musibah dan kita harus merelakannya. Tetapi penjelasan Ende Tina sama sekali tidak mampu meredakan kegusaran dihatinya. Ende Tina bahkan menjelaskan bahwa hidup mereka baik-baik saja tanpa semua ternak itu. Sudah cukup mereka mengurus sawah seluas dua hektar, kebun kopi  satu punggung bukit, dan banyak lagi tanaman lainnya. Namun hiburan itu justru menyulut  pertengkaran mereka berdua.   
Ende Tina dan Ema Piter telah menikah selama 53 tahun. Usia mereka diperkirakan sebanyak 70-an tahun. Jaman dahulu, orang tua mereka di Manggarai belum memahami sistem perkelenderan. Jadi mereka menghitungnya berdasarkan kisah sejarah.  “Kata om saya, saya sudah lahir saat Jepang datang” begitu biasanya  Ende Tina berkata jika petugas sensus bertanya tentang ketepatan usia.
Sekarang semua anak-anak mereka telah menikah dan memiliki keluarganya sendiri. Anak-anak mereka terbilang sukses. Mereka mampu menyekolahkannya sampai jenjang perguruan tinggi. Kesuksesan itu mereka bayar dengan kerja keras. Sejak menikah dengan Ema Piter, Ende Tina selalu bergelut dengan ternak dan kebun.
Bagi Ende Tina mengurus ternak itu seperti seperti mengurus manusia. Misalnya saja saat memelihara babi, Ende Tina harus menanam pisang, keladi, dan ubi jalar. Tumbuhan itu dijadikan makanan pokok. Tumbuhan itu harus dicincang dengan halus lalu di masak dan dicampur dengan dedak padi. Lalu diberikan secara teratur tiga kali sehari selama 10 bulan. Babi-babi itu diberkembangbiakan. Jika babi-babi itu berkembang biak, maka bertambah pula mulut yang harus diberi makan. Maka Ende Tina harus menambah pasokan dan meningkatkan energinya. Itu barulah babi, belum lagi harus mengurus ayam, kambing dan empat ekor sapi.
Pada akhinya babi-babi itu memang mati. Masih satu ekor babi yang tersisa. takut mengalami kerugian  Ema Piter memutuskan untuk menyembelihnya. Saat disembelih,  Ema Piter dan beberapa orang sangat terkejut. Keterkejutan itu disebabkan tulang ikan cara yang berada di dalam tenggorokan babi. Tanpa berpikir dua kali, Ema Piter lalu mencari Ende Tina. “Tina, Tinaaaaaa… Tina!!,” teriak Ema Piter. “Iya ada apa?” Ende Tina belari-lari dari dapur sambil memegang beberapa rempah yang disiapkan untuk memasak daging babi. “Ada apa?,” tanyanya. “Katakan sesuatu, mengapa ada tulang ikan cara dalam leher babi ini?” ucapnya sambil memegang tulang ikan dari leher babi itu. “Mengapa kau begitu TELEDOR?!!!” teriaknya dengan suara membahana. “JAWAB!!!,” bentaknya dengan mata menyala.  Lama dan hening sesaat, beberapa orang wanita keluar dari dapur, beberapa laki-laki yang membantu Ema Piter juga ikut datang dan berdiri dekat pintu masuk.  “Saya tidak teledor.”  Senyap…. “Saya sengaja melakukannya!,” kata Ende Tina lembut tapi menantang. “APA?” sambar Ema Piter. “Babi-babi itu telah memasung kakiku, dan mengikat diruku!! ” sunyi “Kau bisa kemana saja, aku tetap di rumah bersama babi-babi ini. Anak-anak telah dewasa dan memiliki kebebasannya masing-masing, lalu aku masih bersama babi-babi itu. Biar saja mereka mampus. Telah tiba waktuku untuk bebas dari jeruji ini…” sunyi… “Bluggggg” Ema Piter pingsan.



ema 'bapak'                                     penti 'pesta adat berkaitan dengan panen'         
ende 'mama'                                    mbeko 'dukun'
ikan cara 'ikan khas Manggarai'







Tips Menulis di Blog

          Halo teman-teman, kira-kira masih bingung kalau mau tulis blog itu, bagaimana caranya? Sebenanrnya menulis itu tidak ada rumus yan...