Jumat, 17 Agustus 2018

KONFLIK

Tanjung Bendera                     Photo by Bruder Peter Sii


“Bangsat, jangan coba-coba kau injakan kakimu di rumah ini lagi!” “Aku juga sudah gerah pulang ke rumah!” “PRAKKKKKK!!!!! Suara pintu dibanting. “MBREMMMMBREMMMM” diikuti suara tarikan gas motor yang penuh ketidakstabilan.
Ohhhhhhhhh Tuhan…….mengapa kau tuntun aku tinggal di antara pasangan suami istri gila ini? Begitu banyak tetangga di kota ini, mengapakah aku harus bertetangga dengan pasangan ini?. Reta bergeliat dari bawah selimutnya sambil menggerutu dalam hati. Sudah enam bulan ia mengontrak di kompleks perumahan ini dan lebih dari enam kali ia disuguhi konflik rumah tangga tetangga sebelah. Ia tidak bisa menutup telinganya, karena rumah-rumah ini saling berdekatan. Pilihan jam tayang konflik pun sangatlah tepat, jika tidak tengah malam maka pagi-pagi buta, ketika alam semesta tertidur maka suara mereka dirambatkan udara dengan cepat dan meliuk-liuk ke rumah tetangga termasuk ke bawah selimut Reta. Reta mengambil jam weker, masih jam 4 pagi. Ia kembali menarik selimutnya dan tertidur dengan mimpi sedang beradu tinju dengan Jhon kekasihnya.
  “Reta, sudah pulang?” “Iya Om, Tanta”..  “Sini makan mangga” ajak Tanta Rosi. Reta tersenyum dan mengiyakan undangan mereka. Tetangga inilah yang membuat Reta betah, kehidupan rumah tangganya sangat adem. Setiap saat terlihat bersama. Tanta Rosi adalah tipikal ibu rumah tangga yang super. Ia melayani suami dan anak-anaknya dengan sangat baik. Aktivitanya sangat teratur, bangun pagi, menyiapkan sarapan bagi keluarga, ke pasar, berbenah rumah, ke gereja bersama, sesekali menghadiri arisan, dan sesekali menemani Om Anton ke pesta. Rumahnya sangat rapi dan indah. Setelah lama becanda sambil menikmati manisnya buah mangga, Reta pamit pulang. Rumah Reta berada di tengah-tengah antara Tanta Anggi dan Tanta Rosi. Belum lagi mencapai pintu rumah, Reta disuguhi pemandangan romantis Om Dion dan Tanta Anggi yang berboncengan ke luar rumah. Mereka melemparkan senyum ramah pada Reta dan berlalu. Seandainya ia bisa menggali dan memindahkan rumahnya.
Sebulan berlalu, dunia terasa begitu tenang dan menyenangkan. Reta merasa hidupnya begitu damai. Apalagi Jhon sedang mengambil cuti kerja beberapa hari, sehingga mereka sering keluar berduaan. Sudah satu tahun ia berpacaran dengan Jhon, tetapi hubungan itu tidak begitu berkembang karena mereka bekerja di kota yang berbeda. Sesekali Jhon pulang mengunjunginya, tetapi selebihnya mereka berbagi cerita, berpelukan, dan berciuman lewat WA, FB, SMS, dan telpon saja. Reta kembali menikmati dunia tenangnnya, sambil menjemur baju. Mentari terasa begitu hangat di antara wangi detergent dan warna-warna kain yang lembut. Disebalahnya, Tanta Anggi juga menjemur pakaian. Reta menegur Tanta Anggi. Tanta Anggi menjawabnya dengan cepat dan pelan. Reta terlanjur melihatnya, melihat dua bola mata Tanta Anggi yang sembab dikelilingi kulit mata yang membengkak. Pasti ia menangis semalamam, gumam Reta dalam hati. Pasti mereka bertengkar lagi. Benar saja, tengah malam saat Reta masih terjaga mengerjakan tugas kantor, terdengar suara pertengkaran. Reta lalu menutup file pekerjaannya dan menggantinya dengan alunan musik yang cukup besar. Ia lalu tertidur, dengan mimpi mengejar Jhon dengam batu.
 Reta berulang tahun, berulang tahun yang ke 28. Ia sama sekali tidak bergembira. Kenyataannya ia tidak mungkin gembira karena belum menemukan kapastian akan keinginannya. Jhon melamarnya, ia lalu menolak. Ia belum tahu kemana hubungan ini akan dibawa. Ia berusaha mencari alasan, mengapa ia menolak lamaran itu.  Apakah ia belum mengenal kekasihnya itu dengan baik? Bagaimana kalau ada hal yang disembunyikannya? Bagaimana jika ia hanya baik saat mereka berpacaran saja? Bagaimana jika ia akan berakhir seperti tanta Anggi yang selalu bertengkar? Bagimana jika seumur hidupnya hanyalah konflik?
Lamunan Reta terpecah oleh bunyi ambulans. Reta berlari ke luar rumah. Di depan rumah Tanta Rosi, banyak kerumunan orang. Tampak Om Anton di gotong ke dalam ambulans. Reta berlari ke rumah sebelah, ambulans telah membawa Om Anton, di dalam ambulans ada Tanta Rosi. Ia mendapati orang-orang berbincang-bincang, beberapa dari mereka bercerita kalau Om Anton terkena serangan jantung. Serangan jantung itu terjadi karena Tanta Rosi mengejarnya dengan parang. Di situ berdiri juga Tanta Anggi. Rasa penasaran yang luar biasa membuat Reta mendekatkan diri pada Tanta Anggi dan bertanya, ada begitu banyak yang ingin ditanyakannya, dan yang keluar hanya dua kata, “Bagaimana mungkin?”
Tanta Anggi menariknya dari kerumunan orang, ia lalu berbisik, “Om Anton selingkuh.” “HAHHHHHH” Reta sangat kaget, sekali lagi ia hanya mampu bertanya, “Bagaimanana mungkin?”. “Memang begitu…” Jawab Tanta Anggi singkat. “Tetapi mereka tampak baik-baik saja.” Sahut Reta dengan cepat. “yang tampak belum tentu yang nyata.” Reta terdiam. Diamnya Reta seperti petunjuk bagi Tanta Anggi untuk meneruskan, “Konflik terus membuat kita belajar tentang diri kita dan orang lain. Jika untuk mencapai kebaikan, kita harus berkonflik, itu juga sebuah pilihan.” Diam sejenak, terdengar lagi suara Tanta Anggi, “Rumah tangga Rosi terlihat baik-baik saja karena konflik itu hanya ada dalam dirinya saja.”
 Reta kembali ke rumahnya. Semua orang juga telah kembali ke rumah masing-masing dengan berita paling hangat untuk diperbincangkan esok hari. Ia juga merasakan hal yang sama, berita hangat tentang arti konflik. Ia akan bertemu Jhon esok hari dan membawa kabar..ia bersedia berkonflik seumur hidupnya bersama laki-laki itu.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Menulis di Blog

          Halo teman-teman, kira-kira masih bingung kalau mau tulis blog itu, bagaimana caranya? Sebenanrnya menulis itu tidak ada rumus yan...