Seharusnya blog ini berganti nama, bukan blog Perempuan dan Sastra tetapi blog
rumpu-rampe atau cap-cai karena topik tulisannya campur aduk. Sudah pernah diingatkan Kak Armin “Jangan menulis untuk memenuhi
kebutuhan semua orang alias fokus,” tetapi saya tidak kuat………maunya menulis apa
saja yang ingin ditulis. Jadi tujuan utama tulisan ini adalah memenuhi hasrat diri
sendiri. Tulisan ini tentang Kampung Ka Sama.
Sudah berapa
kali kamu pindah tempat tinggal selama hidupmu? hehehe tidak termasuk tempat
peristirahatan terakhir ya….(itu nanti), kalau saya empat kali, satu dengan ortu, dua
kali saat kuliah, dan terakhir sekarang…di Kampung Ka Sama.
Bagi manusia
lingkungan haruslah mampu menghidupkannya secara psikologis. Sebab salah satu
kebutuhan manusia adalah rasa nyaman. Namun banyak orang kehilangan rasa nyaman
pada lingkungannya. Cara saya mengatasi ketidaknyamanan adalah dengan mencari
hal-hal kecil yang selalu membuat saya menyukai suatu tempat. Mari… saya
kenalkan hal-hal kecil itu, mengapa saya mencintai kampung Ka Sama.
Matahari pagi dimana-mana itu sama, tapi kok di Kampung Ka Sama, beda ya...hehehe. Matahari pagi yang masuk lewat jendela kamar setiap pagi adalah hal pertama yang selalu saya
syukuri. Perpaduan antara hangat dan terangnya mentari pagi memberi rasa segar.
Apalagi ketika yang disuguhkan diluar jendela adalah tanaman hijau dan bukan
tembok hehehehe (hakikat orang kampung).
Kampung Ka Sama
itu identik dengan warna hijaunya. Perpaduan antara warna hijau, suara angin semilir, dan gemericik air...membuat kita sadar, musik alam adalah musik paling harmonis.
Apalagi kalau sambil ngopi, asikkkkkk. Kopi…rasanya tetap sama,
tetapi wadahnya pasti beda (hanya disawah kita menemukan gelas antik ini).
Kita akan selalu
menemukan anak-anak di sawah… mengapa? Hehehe karena mereka tahu…di sawah
selalu ada kopi dan sepotong kue..
Moment yang paling ditunggu adalah saat istirahat minum kopi...
Hangatnya konpor,
kompor gas, apalagi rice cooker tidak
sebanding hangatnya tungku api milik nenek. Hangatnya api, hitamnya periuk, dipadu dengan obrolan dan secangkir kopi...rasa lebih mewah daripada kafe. Menunggu air mandi dihangatkan sambil telanjang…
etttsss ini berlaku untuk lima tahun ke bawah.
Melihat perpaduan antara anak sekolah dan hujan, selalu memberi kita harapan bahwa masa depan itu cerah...
Terakhir dan paling penting, yang membuat manusia itu betah karena orang-orang di sekitarnya. Orang Kampung Ka Sama itu masih memegang kehidupan adat secara kuat. Rasa kekeluargaannya masih kental. Di sini masih ada orang yang mengetuk dapur sambil bilang, "Minta tepung kopi, kami punya habis e.. hahaha atau aduh.... minta air panas..saya belum masak air" Mungkin karena 95% mereka masih keluarga (ase kae, anak wina, anak rona, atau pang olo ngaung musi). Jangan heran kalau ribut,
yang turun bukan satu kampung tapi satu keluarga…becanda...
Olik... Mantap tulisannya. Ringan untuk dibaca .
BalasHapusTrimksi kk
BalasHapus