Sabtu, 01 Desember 2018

Kampung Ka Sama



Seharusnya blog ini berganti nama, bukan blog Perempuan dan Sastra tetapi  blog rumpu-rampe atau cap-cai karena topik tulisannya  campur aduk. Sudah pernah diingatkan Kak Armin “Jangan menulis untuk memenuhi kebutuhan semua orang alias fokus,” tetapi saya tidak kuat………maunya menulis apa saja yang ingin ditulis. Jadi tujuan utama tulisan ini adalah memenuhi hasrat diri sendiri. Tulisan ini tentang Kampung Ka Sama. 
Sudah berapa kali kamu pindah tempat tinggal selama hidupmu? hehehe tidak termasuk tempat peristirahatan terakhir ya….(itu nanti),  kalau saya empat kali, satu dengan ortu, dua kali saat kuliah, dan terakhir sekarang…di Kampung Ka Sama. 
Bagi manusia lingkungan haruslah mampu menghidupkannya secara psikologis. Sebab salah satu kebutuhan manusia adalah rasa nyaman. Namun banyak orang kehilangan rasa nyaman pada lingkungannya. Cara saya mengatasi ketidaknyamanan adalah dengan mencari hal-hal kecil yang selalu membuat saya menyukai suatu tempat. Mari… saya kenalkan hal-hal kecil itu, mengapa saya mencintai kampung Ka Sama.
Matahari pagi dimana-mana itu sama, tapi kok di Kampung Ka Sama, beda ya...hehehe. Matahari pagi yang masuk lewat jendela kamar setiap pagi adalah hal pertama yang selalu saya syukuri. Perpaduan antara hangat dan terangnya mentari pagi memberi rasa segar. Apalagi ketika yang disuguhkan diluar jendela adalah tanaman hijau dan bukan tembok hehehehe (hakikat orang kampung).


Kampung Ka Sama itu identik dengan warna hijaunya. Perpaduan antara warna hijau, suara angin semilir, dan gemericik air...membuat kita sadar, musik alam adalah musik paling harmonis. 

Apalagi kalau sambil ngopi, asikkkkkk. Kopi…rasanya tetap sama, tetapi wadahnya pasti beda (hanya disawah kita menemukan gelas antik ini).

Kita akan selalu menemukan anak-anak di sawah… mengapa? Hehehe karena mereka tahu…di sawah selalu ada kopi dan sepotong kue..
Moment yang paling ditunggu adalah saat istirahat minum kopi...  
  
Hangatnya konpor, kompor gas, apalagi rice cooker tidak sebanding hangatnya  tungku api milik nenek. Hangatnya api, hitamnya periuk, dipadu dengan obrolan dan secangkir kopi...rasa lebih mewah daripada kafe. Menunggu air mandi dihangatkan sambil telanjang… etttsss  ini berlaku untuk lima tahun ke bawah.
Melihat perpaduan antara anak sekolah dan hujan, selalu memberi kita harapan bahwa masa depan itu cerah...  

Terakhir dan paling penting, yang membuat manusia itu betah karena orang-orang di sekitarnya. Orang Kampung Ka Sama itu masih memegang kehidupan adat secara kuat. Rasa  kekeluargaannya masih kental. Di sini masih ada orang yang mengetuk dapur sambil bilang, "Minta tepung kopi, kami punya habis e.. hahaha atau aduh.... minta air panas..saya belum masak air"  Mungkin karena 95%  mereka masih keluarga (ase kae, anak wina, anak rona, atau pang olo ngaung musi). Jangan heran kalau ribut, yang turun bukan satu kampung tapi satu keluarga…becanda...  
          

2 komentar:

Tips Menulis di Blog

          Halo teman-teman, kira-kira masih bingung kalau mau tulis blog itu, bagaimana caranya? Sebenanrnya menulis itu tidak ada rumus yan...